Jumat, 07 Desember 2012

Ketika Trotoar menjadi Lahan Rejeki bagi Pedagan Kaki Lima


Pendahuluan

            Pedagan Kaki Lima atau biasa yang lebih dikenal dengan istilah PKL adalah pedagang yang biasa menjual atau membuka gerai/ warung/ lapak dagangannya di pinggir badan jalan (trotoar). Disebut pedagang kaki lima karena pada dasarnya para pedagang tersebut kebanyakan menjual barang dagangannya menggunakan gerobak yang mempunyai roda 3. Sehingga apabila di analogikan, 3 roda tersebut sebagai kaki tambahan bagi para pedagang itu sendiri. Akhirnya tersebutlah sekarang Pedagang Kaki Lima sebagaimana yang kita kenal.
            Isue pedagang kaki lima yang marak sekarang terjadi di realita bisnis menengah kebawah sebetulnya bukan hal baru lagi. Karena sejak zaman kolonial Belanda pun pedagang yang berdagang di pinggir jalan sudah ada. Namun dahulu istilahnya adalah pedagang emperan jalan, bukan PKL.
            Keberadaan para PKL tersebut sebetulnya mengganggu, karena wilayah badan jalan (trotoar) yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki untuk lewat lalu lalang, terpaksa tak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Dari situlah juga sering terjadi kemacetan. Kendaraan-kendaraan yang jalan, terpaksa pula harus mengalami kemacetan karena para PKL yang terlalu banyak mengambil badan jalan hingga kadang sampai memakan tempat are jalan utama, atau melewati batas trotoar. Namun di lain sisi, keberadaan PKL juga memberikan manfaat bagi para pengguna jalanan ketika harus membeli sesuatu (misal, minuman) yang otomatis para pengguna jalanan tidak harus repot-repot untuk menacri minimarket untuk membeli sebuah minuman. Harga yang ditawarkan atau dipatok oleh para PKL pun jauh lebih murah dengan harga pada minimarket.
            Dari proses transaksi jual beli dijalanan itulah para PKL mencari nafkah dan mendapatkan rejeki penghasilan. Rasanya sedikit manusiawi juga ketika kita harus memandang para PKL dijalanan dengan pandangan sebelah mata. Toh, mereka pun melakukan sebuah pekerjaan yang halal. Namun cara bekerjanya saja yang belum benar, dan perlu pembinaan untuk membenarkannya.


a. Pedagang Kreatif Lapangan
            Pedagang kaki lima selalu dikaitkan dengan sebuah kemacetan yang terjadi di jalanan. Khususnya di jalan raya kota-kota besar. Seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, lagi-lagi kemacetan yang ada salah satu faktornya yaitu karena banyak PKL yang memanfaatkan badan jalan (trotoar).
            Bagi yang Pro dengan keberadaan PKL, atau bagi sebagian orang keberadaan PKL justru memberikan solusi kebutuhan di jalanan, mungkin mereka tak merasa terganggu dengan adanya PKL-PKL tersebut. Tapi lain ceritanya bagi yang Kontra terhadap keberadaan PKL, dan merasa terganggu dengan adanya PKL, mungkin mereka akan mengeluh. Dengan unsur ketergangguan dan ketidaknyamanan tersebut, maka kerap kali para pedagang kaki lima mengalami pengusiran dan pengejaran oleh petugas karena mempergunakan area bisnis yang tidak sesuai dengan tata ruang perkotaan. Pro dan Kontra terhadap PKL itulah yang menjadi poin dalan sisi sosial.
            Karena pada dasarnya, para PKL tersebut pun bekerja dengan cara halal bahkan giat berjuang unuk keluarga, namun harus dihantui setiap saat oleh bayang-bayang petugas atau aparat pula.
            Berkembang belakang ini, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementrian Koperasi dan UKM, Ikhwan Asrin. Menyatakan bahwa patut dihargai untuk para pengusaha tangguh, dalam hal ini para PKL. Karena mereka dapat berjuang dan bertahan dalam usaha atau bisnisnya, padahal tidak ada lembaga permodalan yang membiayai usaha mereka. Secara tidak langsung para PKL disebut sebagai pelaku bisnis yang mandiri. Maka, untuk mengkonotasikan derajat positif para PKL, akronim yang digunakan bukan lagi pedagang kaki lima melainkan “Pedagang Kreatif Lapangan”.
            Jumlah pedagang mikro semacam PKL ini sudah mencapai 11 Juta orang berdasarkan data Asosiasi Pedagang Pasar Se-Indonesia (APPSI), dari jumlah tersebut apabila para PKL diarahkan dan dibimbing lalu diberdayakan, maka dampaknya akan sangat dahsyat terhadap perekonomian daerah dan nasional.
            Untuk meningkatkan kualitas hidup PKL, ada baiknya pejabat daerah menyediakan lahan bagi mereka. Agar tercipta suasana yang nyaman, baik bagi para pengguna jalanan, maupun bagi para PKL itu sendiri. Karena tujuan utama PKL berdagang yaitu hanya berupaya mencari uang demi hidup keluarganya. Tetapi tetap saja ada yang sering berpandangan negatif terhadap para PKL, karena mereka berkutat selalu dnegan jalanan yang identik dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.



b. PKL vs Satpol PP
            penertiban para PKL dijalanan seringkali bersifat tidak manusiawi. Tak hanya adu mulut yang sering terjadi, namun adu fisik pun kadang tak terelakkan antara PKL dengan Petugas Satuan Polis Pamong Praja (Satpol PP). Hal ini pun sering membuat situasi menjadi dramatisir, dimana masing-masing pihak tetap kuat dengan kemauannya.
            Pada dasarnya para PKL tersebut tidak menolak untuk ditertibkan apabila ada penertiban, namun mereka meminta untuk tetap diperbolehkan berjualan dikawasan tersebut. Tetapi tingkat arogansi para aparat kadan terlalu tinggi, dimana sering membongksr paksa lapak-lapak para PKL. Sehingga tak jarang banyak barang dagangan dari para PKL tersebut rusak. Ujung-ujunnya timbul masalah dan keributan yang baru, dimana para PKL menuntut ganti rugi atas barang dan peralatan jualan yang rusak karena aksi penertiban paksa.


Penutup

            Dalam segi sosial, kita tidak boleh memandang sebelah mata atas keberadaan para PKL tersebut. Terlebih tak boleh kita menutup mata kita dengan kehadiran mereka. Karena sejatinya para PKL tersebut pun bekerja dengan cara yang halal, tetapi belum tepat cara bekerjanya.
            Maka dari itu, tugas pemerintah daerah untuk memberdayakan para PKL dengan baik. Agar terjadi sinkronitas dan relevansi yang harmonis antara para PKL dengan PemDa.
            PemDa juga perlu menyediakan sebuah area yang strategis untuk proses dan tahap pemberdayaan, pembinaan bagi para PKL tersebut. Sehingga apabila menggelar aksi penertiban, tak harus dilakukan oleh para aparat dengan sikap arogan dan tidak manusiawi. Hal itu hanya akan memicu ketegangan sosial saja. Toh dengan cara penyampaian yang baik, bijak dan sopan pun dapat dilakukan, jadi kenapa harus memilih dengan cara yang kasar. Para PKL pun dapat diajak bicara dengan baik-baik pula, jika kita menyampaikannya dengan baik.


Daftar Pustaka



2 komentar:

  1. artikel ini sangat membantu, terima kasih.

    BalasHapus
  2. kisah kesuksesan aq,dulu aq seorang pendatang di ibukota jkrt,untuk mengadu nasib cari kerja kesana kesini,udah brp bulan aq tak ada jln kesuksesan,tp aq berani diri cari jalan atau petunjuk di internet cari yang bisa beri petunjuk,aq dpt atas nm kisongo dgn nomnya 0852 1751 9919.berkat arahan atau petunjuk beliau aq skrn sukses jd PKL di ibu kota jkrt in,klau ad mau sprt aq silakan anda bukti kan sendiri hugungi ki songo atau and lht weby d www.paranormal-kisongo.blogspot.com,in lah cerita pendek aq,terima kasih

    BalasHapus