Kamis, 18 Desember 2014

Reformasi Basa-Basi



            Secara harfiah , reformasi bermakna suatu usaha atau gerakan untuk melakukan perubahan dan memperbaiki keadaan (social, politin maupun agama). Namun 16 tahun sudah masa reformasi terbentuk di pemerintahan republic Indonesia, tetapi korupsi tetap saja menggila. Sedangkan Negara asing makin Berjaya dengan produk impornya yang selalu merajai pasar-pasar penjualan di Indonesia , lalu kekayaan alam Indonesia sendiri yang begitu melimpah, justru di eksplotasi secara besar-besaran hanya untuk di ekspor keluar negeri secara illegal atau tidak resmi.
Rupanya Negara kita ini, masih bermentalkan Negara yang selalu dijajah oleh Negara asing. Walaupun secara pengakuan dejure (pengakuan secara hukum resmi tentang berdirinya suatu Negara), Negara Indonesia sudah dinyatakan merdeka 68 tahun yang silam, perubahan masa orde lama menjadi masa orde baru hingga akhirnya kini menjadi masa reformasi, rasanya tidak ada perubahan keadaan rakyat yang jauh lebih baik. Boleh dibilang itu hanya sekedar perubahaan nama masa saja, toh kenyataannya garis kemiskinan masih saja tetap menduduki sebagian besar keadaan rakyat Indonesia.
            Masih jelas teringat, peristiwa ditahun 1998. Itulah cikal bakal masa orde baru mulai jatuh.dimana masa orde baru merupakan masa yang di pimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang ke-2 , Soeharto. Yaitu masa jabatannya dari 12 Maret 1967- 21 Mei 1998. Dalam kekuasaannya . sebelum tahun 1998, Soeharto membangun Negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Tetapi tepat di tahun 1998, krisis moneter terjadi secara global dikawasan Negara Asia . tak luput Negara Indonesia pun terkena imbasnya, krisis finansial asia menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Kondisi rakyat Indonesia saat itu rata-rata dibawah garis kemiskinan . inflasi terjadi, para pengusaha rumahan atau home industry sebagian besar harus terpaksa “Gulung Tikar”, pemutusan hubungan kerja (PHK) marak terjadi, dan keadaan –keadaan yang semacam itulah menyebabkan ketidakpuasaan masyarakat Indonesia terhdapa pemerintahan pimpinan Soeharto. Soeharto yang telah menjabat menjadi presiden selam kurang lebih 30 tahun , dituntut untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Ratusan suara rakyat memekik didepan gedung senayan DPR, demo besar-besaran terjadi. Mayoritas suara tersebut di lantakan oleh berbagai organisasi aksi mahasiswa. Tak hanya di gedung senayan tetapi demo secara massal marak terjadi disana-sini, diberbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan soeharto semakin disorot setelah “Tragedi Trisakti” pada 12 Mei 1998, yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Anarkisme terjadi hingga tidak sedikit nyawa melayang dalam peristiwa tersebut. Yang sebagian besar korbannya adalah mahasiswa. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia , menuntut agar Presiden RI ke-2 itu segera melepaskan jabatannya dari kursi kepresidenan. Pendemo beranggapan bahwa presiden soeharto tidak becus untuk mengurus Negara, sampai terjadi krisis moneter yang menyengsarakan keadaan rakyat Indonesia. Soeharto pun di tuntut dengan tindakan korupsi yang dilakukannya dengan jumlah $AS 15 Milliar sampah $ AS 35 Milliar dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa.
            Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998. Soeharto melepaskan jabatannya hingga masa kepemimpinannya mencapai 31 tahun. Hingga setelah itu, masa orde abru telah tergantikan dengan masa reformasi. Tetapi jika kita hendak sedikit berpikir ringan untuk membandingkan kala masa orde baru ketika kasus korupsi terjadi, sudah di anggap sebuah fenomena yang luar biasa dinilai sebagi tindakan yang minus dimata rakyat Indonesia. Tapi dikala masa reformasi sekarang saat kasus korupsi terjadi di wilayah anggota dewan itu dinilai sebagai tindakan yang tidak aneh lagi dan bukan merupakan sebuah kasus fenomena lagi. Tindakan korupsi yang saat sekarang sudah dianggap sebagia kejadian yang tidak aneh lagi, mungkin karena saat ini sudah kerap kali rakyat Indonesia mendengar maraknya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat. Kita katanya dibilang sudah masa reformasi? Tapi ‘kok’ didengarnya jauh lebih baik keadaan masa sebelum masa reformasi?. Memang keadaan Indonesia saat ini jauh lebih baik dibanding masa orde baru kala itu, tapi jauh lebih baiknya itu “hanya” untuk kalangan elite politik pemerintah saja. Sedangkan keadaan rakyatnya sendiri masih sama dan biasa-biasa saja, tidak ada perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik.
            Para wakl rakyat tugasnya memanglah harus mewakili rakyatnya . tapi bukan berarti ketika rakyatnya yang sedang berada di keadaan sengsara dan mereka bersua lalu menuntut agar bisa hidup layak dan nyaman dinegerinya sendiri, malah justru hal itu pun diwakilkan oleh para wakil rakyat. Artinya ketika rakyat menjerit kelaparan, namun para wakil rakyat yang tersenyum kekenyangan. Ini yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk kalangan para wakil rakyat. Mereka harus “benar-benar  paham” apa sebenernya tugas-tugas mereka. Tugas wakil rakyat memang mewakili rakyat, tapi tidak semuanya harus di wakilkan . toh bukankah Negara kita ini merupakan Negara demokrasi?. Rakyat Indonesia sudah mulai gerah atau bahkan jenuh mendengar gemarnya program peraturan pemerintah yang bertujuan “katanya” untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil, tapi dalam prakteknya berhenti di tengah jala. Pemerintah zaman sekarang modelnya gemar membuat peraturan, tetapi tetap saja dilanggar. Itulah stigma yang dianut oleh sebagian besar pikiran rakyat Indonesia.
            Stigma tersebut yang seharusnya bisa menjadi sebuah pengingat bagi para pelaku di pemerintahan, agar bisa dijadikan otokritik dimana bahwasannya rakyat Indonesia saat ini sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap anggota-anggota wakil rakyat yang berada digedung senayan dan terhadap pemimpin Negara ini. Lalu pemimpin Negara yang bagaimana yang dapat mengembalikan rasa kepercayaan rakyat Indonesia kepada pemerintahan ini?.
            Pemimpin yang kedepan diharapkan, adalah pemimpin yang punya visi dan bermoral. Jangan hanya rajin menyampaikan visai dan misi saat gerakan kampanye saja. Tapi pemimpin yang benar-benar punya visi adalah pemimpin yang mempunyai pandangan jauh kedepan kemana Negara ini akan dibawa dan wajib diterapkan dalam misinya. Artinya dalam tindakan untuk mewujudkan visi Negara tercermin pada misi Negara. Dari mempunyai visi tersebut, pemimpin akan mengetahui pencapaian-pencapaian apa saja yang akan diwujudkan untuk Negara, kemudian penetapan visi yangs erius dapat menimbulkan komitmen yang tinggi dari seluruh jajaran pemerintahan dan lingkungan elite pemerintah, yang bisa memberi arah dan focus strategi Negara yang jelas. Tetapi punya visi yang kuat saja tidak cukup, harus dibarengi dengan moralisasi yang kuat juga . di koordinasikan dengan pemimpin yang bermoral. Sebab di era sekarang,mencari pemimpin yang bermoral cukup sulit untuk ditemukan. Setidaknya pemimpin yang bermoral akan mengetahui batasan-batasan perbuatan dan kelakuan yang dilakukannya sesuai dengan norma-norma hukum yanbg ada ataupun sejalan dengan norma-norma agamanya dan secara tidak langsung, pemimpin yang bermoral dapat pula menerapkan konsep-konsep moralisme terhadap kabinet pemerintahannya. Pemimpin yang bermoral dapat melakukan delegasi wewenang terhadap bawahannya sesuai dengan norma hukum dan agama, bukan sewenang-wenangnya dalam bertindak dan mencanangkan perarturan seenaknya . dua kriteria itulah yang kedepannya kita harap bisa menemukannya pada sosok pemimpin Negara kesatuan Republik Indonesia ini, pemimpim yang punya visi dan bermoral yang dapat melakukan langkah perubahan bertahap kearah yang lebih baik tanpa harus basa-basi dahulu da;am bertindak

0 komentar:

Posting Komentar